Di era revolusi industri ke 4 saat ini, hampir semua perusahaan berlomba-lomba untuk memberikan perhatian, waktu dan budget yang besar untuk penerapan Business Analytics. Salah satu pengeluaran terbesar perusahaan untuk menjalankan operasional analytics adalah software license yang digunakan untuk menganlisis persoalan dan membuat model prediktif. Banyak pilihan yang dapat digunakan oleh perusahaan mulai dari membeli software analytics and modeling berlisensi dengan biaya mulai dari ratusan juta rupiah per aksess pengguna sampai dengan menggunakan open source atau freeware. Secara garis besar, faktor utama dari pemilihan software ini terbagi menjadi 3 yaitu :
- Power : Kekuatan dan kemampuan tools itu sendiri dalam pengolahan dan analisis data
- Simplicity : Kemudahan operasional dalam pemakaian alat
- Budget : Biaya yang ada untuk membeli license tools
Tentu saja jika suatu software semakin baik kemampuan, kekuatan dan semakin simple penggunaannya maka budget yang diperlukan untuk mendapat software tersebut semakin tinggi. Namun, ternyata tidak semua software yang mudah digunakan memerlukan biaya yang mahal, ada juga yang memiliki gratis contohnya KNIME (Konstanz Information Miner). Software yang dibangun oleh Universitas Konstanz ini memiliki banyak kemampuan yang sebanding dengan tools sejenis yang berbayar seperti IBM SPSS Modeler.
KNIME dan SPSS Modeller merupakan software yang menggunakan interface workflow atau flow chart. Penggunaan nodes dalam KNIME dan SPSS modeler memudahkan pengguna dalam hal analisis sehingga pengguna tidak perlu menuliskan syntax atau coding terlebih dahulu. Pengguna hanya perlu meng klik nodes yang diinginkan kemudian mengatur nodes tersebut ke dalam lembar kerja yang bisa mencapai ribuan nodes.
Tampilan pada KNIME dan SPSS Modeler kurang lebih sama yaitu terdapat lembar kerja dan nodes-nodes yang digunakan dalam analisis. Namun, KNIME memiliki tampilan yang lebih lengkap. Tampilan KNIME dilengkapi dengan KNIME Explorer, Workflow Coach, Node Repository, Console, Outline, dan Node Description. Fitur tersebut sangat berguna karena memberikan informasi tambahan yang memudahkan pengguna dalam analisis. Namun demikian, masih terdapat beberapa model yang tidak tersedia pada KNIME seperti model CHAID, C5.0, dan lain sebagainya. Model tersebut dapat ditemukan pada SPSS Modeler. Walaupun nodes yang tersedia pada SPSS Modeller tidak sebanyak pada KNIME, tetapi SPSS Modeler memuat hampir semua nodes atau model yang sering kali digunakan untuk analisis. Selain itu, tampilan pada SPSS Modeller juga lebih simpel atau sederhana jika dibandingkan dengan tampilan pada KNIME sehingga lebih memudahkan pengguna.
Tampilan penggunaan KNIME kurang lebih mirip dengan SPSS Modeler berikut contoh aplikasi pemodelan Decision Tree untuk identifikasi profile resiko kredit UKM pada KNIME:
Pemodelan Decision Tree pada KNIME
Setelah langkah langka sederhana sama seperti yang perlu dilakukan di software modeler lainnya yaitu partisi data untuk learning testing, mengatur node, pengaturan jenis model / algoritma maka KINME akan memberikan output sebagai berikut :
Output Pemodelan Decision Tree pada KNIME
Hasil pemodelan di KNIME bisa ditransformasi kedalam Bahasa SQL, PMML dan lainnya agar nantinya bisa diterapkan di ekosistem data base untuk keperluan skoring data terjadwal untuk informasi yang aktual. Jika ada keraguan mengenai penggunaan KNIME untuk pengolahan data yang cukup besar diatas 1GB walaupun sebetulnya ini bukan kasus yang pas utuk pemodelan, karena dalam membentuk model kita hanya memerlukan data sample yang pas lalu hasilnya di transformasi ke dalam algoritma yang nantinya sesuai dengan ekosistem data base aktual.
Meskipun termasuk software gratis banyak kemudahan yang ditawarkan pada software ini, oleh karena itu KNIME tidak hanya cocok digunakan untuk perusahaan startup kecil akan tetapi juga cocok untuk digunakan untuk perushaan besar, dengan segala kemampuannya yang sangat mumpuni. KNIME juga memiliki pilihan KNMIE Server dengan license yang bisa dibeli seharga 1 private personal license untuk software berbayar pada umumnya, murah bukan? Jadi masih mau buang uang ratusan juta rupiah per tahun atau pindah ke gratisan?
Penulis : Labibah A, M Kasim
Supervisi: Febri
👍
BalasHapus