Makin ramainya pertumbuhan perusahaan FinTech di tanah air membawa angin segar terutama untuk Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang masih perlu aksess permodalan. Banyak metode pembiayaan project di sektor UKM salah satunya Peer to Peer dimana perusahaan jasa perantara berbentuk portal web atau aplikasi yang dapat membantu pengusaha kecil menawarkan proposalnya untuk didanai banyak orang dengan fraksi pendanaan kelipatan kecil misal per 100 ribu rupiah untuk modal terkumpul sampai dengan ratusan juta. Pengumpulan dana secara random dari berbagai pihak ini sangat riskan karena setidaknya tiga hal berikut :
- UKM di Indonesia memiliki banyak masalah salah satunya kedisplinan dalam pencatatan juga pemisahan manajemen keuangan yang masih tercampur dengan kebutuhan sehari-hari.
- Investor belum tentu memiliki karakteristik investor karena terbiasa menabung bukan investasi yang bisa saja habis nilai investasinya jika proyek UKM yang didanai gagal atau tidak sesuai rencana.
- Resiko dari proyek yang didanai tidak terukur dengan baik dan tidak dinformasikan dengan baik kepada Investor.
Selain perlunya UKM untuk berbenah diri dan investor belajar lebih jauh mengenai apa bedanya investasi dibanding menabung, penyedia layanan FinTech sebagai perantara perlu membangun dasar yang kuat dalam pengukuran resiko pendanaan UKM juga secara terbuka membagikan hasil observasinya kepada calon investor.
Pengukuran resiko idealnya harus bisa dilakukan dengan cepat karena usaha memerlukan time to market yang cepat dan pengukuran seharusnya bisa di otomasi dengan intervensi jugement manusia yang minimal. Maraknya penggunaan Kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) sebetulnya hal yang sangat penting untuk diterapkan sebagai langkah otomasi idenfikasi resiko kredit UKM. Dengan observasi variabel prediktor yang lengkap juga data untuk fase pembelajaran cukup, maka model AI ini bukan barang yang mewah utuk diterapkan di berbagai sektor industri termasuk FinTech.
Berikut contoh output dari hasil observasi resiko pendanaan proyek di UKM. Hasil observasi berikut didapatkan dari mesin identifikasi resiko yang masih dalam tahap penyempurnaan team riset AIDO.
Banyak variabel observasi yang bisa digunakan untuk membuat mesin identifikasi resiko dengan hasil diatas, berikut idealnya informasi yang harus didapatkan agar mesin rekomendasi bisa berjalan dengan baik. Tentunya pada kenyataannya beberapa informasi akan sulit didapatkan terutama untuk UKM, namun dengan bantuan surveyor juga beberapa data otentik yang tersedia bisa digunakan sebagai input pengambilan keputusan oleh mesin.
Dari beberapa grup variabel observasi di atas ada satu grup variabel observasi yang menarik untuk diikutsertakan yaitu sosial digital dimana sentimen dan reputasi pemohon juga usaha yang akan dibiayai dijadikan salah satu faktor penentu tingkat resiko.
Mungkin pada awalnya badan usaha FinTech tidak bisa secara langsung membetuk model kecerdasan buatan namun dimulai dengan skoring deskriptif sederhana dengan peubah-peubah yang ditentukan dan bobot yang disepakati, namun seiring waktu berjalan volume dan observasi sudah cukup banyak, maka bisa dibentuk model yang terus belajar sendiri dari trend yang ada dan otomatis menjalankan pekerjaaannya untuk mengidentifikasi resiko jika permintaan pendanaan yang baru muncul.
Pada akhirnya mencari keseimbangan antara kondisi investor yang diuntungkan, proyek UKM yang terdanai juga reputasi dari lembaga perantara seperti FinTech adalah tujuan utama dari usaha keuangan di era digital. Bagi perushaan kecil rintisan BMT dan bank- bank kecil memang kapasitas dan kemampuan untuk membentuk kecerdasan buatan bisa dibilang masih ada di jalan yang sangat panjang dan berliku namun jika tertarik untuk berdiskusi lebih lanjut silahkan kontak info@bfarm.id
13 April 2018 - AIDO Analytics
Komentar
Posting Komentar